Hujan
turun dengan lebatnya di luar sana. Petir menyambar-nyambar yang disertai
dengan kilat. Jam menunjukkan pukul 15.25 WIB. Candy menatap ke arah luar
melalui jendela kamarnya. Tak terasa air matanya sudah membasahi pipinya. Entah
mengapa, akhir-akhir ini dia sering merasa terpuruk.
“Candy,
kamu kenapa?” Candy terkejut. Lamunannya seketika itu menghilang begitu saja.
“Ehhh,
Oma. Gak kenapa-kenapa, Oma,” jawab Candy sambil mengusap air matanya.
“Tapi
kelihatannya tadi cucu Oma lagi nangis. Ada apa, Candy? Cerita sama Oma.”
“Gak
ada apa-apa, Oma. Candy keluar dulu ya, Oma.”
“Di
luar hujan, Candy. Biar Oma aja yang keluar dari sini. Mungkin cucu Oma ini
memang lagi pengen sendiri. Tapi kalau kamu butuh sesuatu, bilang ke Oma aja,
yah.”
“Iya,
Oma,” jawab Candy singkat.
Oma
keluar dari kamar Candy. Kini Candy kembali termenung. Entah apa yang ada di
pikirannya saat ini. Dia masih tetap termenung dan termenung tanpa melakukan
suatu apapun. Dia menatap ke arah hujan yang sedang menari-nari di aspal, namun
pikirannya melayang entah kemana.
Tiba-tiba
Candy bangkit dari tempat duduknya, mengambil sebuah album foto di laci
mejanya. Dia membuka album itu satu per satu. Air matanya mengalir semakin
deras. Dia memandangi fotonya bersama ayah dan ibunya dengan tatapan penuh
dengan rasa benci. Candy melempar album itu. Dia menangis lebih keras.
Oma
yang sedari tadi berdiri di balik pintu kamar Candy hanya bisa terdiam dan
meneteskan air matanya. Sepertinya Oma mengetahui apa yang ada di pikiran Candy
saat ini.
Waktu
terus berjalan dan Candy tetap terlarut dalam kesedihannya. Tiba-tiba, bel
rumah berbunyi. Oma membuka pintu dan ternyata orang yang ada di hadapan Oma
saat ini adalah mama Candy.
“Untuk
apa kau datang ke sini?” tanya Oma dengan sinis.
“Aku
hanya ingin bertemu dengan putriku. Jangan pernah coba untuk menghalangiku,”
jawab mama Candy.
“Setelah
semua yang telah kau lakukan terhadap Candy? Apa kau tak tahu betapa
terpuruknya dia saat ini? Kau masih sanggup ingin menemuinya setelah kau
tinggalkan dia begitu saja. Kau sudah punya kehidupan baru. Jadi, jangan pernah
ganggu Candy lagi. Itu hanya akan menambah kesedihan Candy,” tegas Oma.
“Tapi
Candy itu putriku. Jangan larang aku untuk menemuinya,” jawab mama Candy.
“Pergilah
dari sini. Aku yakin Candy tak ingin menemuimu.”
Karena
mendengar keributan, Candy keluar dari kamarnya. Candy begitu penasaran siapa
tamu yang sedang berbicara dengan Omanya.
“Siapa
tamunya, Oma? Kenapa gak disuruh masuk?” tanya Candy.
Begitu
melihat Candy yang baru keluar dari kamarnya, mama Candy langsung menghampiri
Candy dan memeluknya. Candy hanya terdiam dan terpaku. Tak berapa lama dia
melepaskan pelukan mamanya dari tubuhnya dengan kasar.
“Untuk
apa mama ke sini? Bukankah mama sudah memiliki kehidupan yang bahagia bahkan
sangat bahagia di luar sana?” tanya Candy sinis.
“Mama
merindukanmu, sayang,” jawab mama Candy sambil menangis.
“Tapi
Candy tak pernah merindukan mama. Jadi pergilah, Ma. Jangan pernah ganggu Candy
lagi,” jawab Candy sambil menangis dan berlari kembali ke kamarnya.
“Benar
kan? Candy tak ingin menemuimu. Jadi pergilah segera,” kata Oma.
Dengan
langkah yang berat, mama Candy meninggalkan rumah itu. Dia sangat sedih. Dia
begitu menyesali perbuatannya dulu yang meninggalkan Candy begitu saja.
Sementara
di kamar, Candy pun tak henti-hentinya menangis. Dia juga sangat sedih.
Sebenarnya dia juga merindukan mamanya. Namun, dia selalu mencoba untuk
membenci mamanya. Dan setiap kali dia mencoba untuk membenci mamanya, saat itu
juga hatinya sangat sakit.
Besok
adalah hari ulang tahun Candy yang ke-17 tahun. Tapi Candy tak merasakan suatu
kebahagiaan apapun. Candy menatap ke langit. Bintang bertaburan dengan indahnya
di langit sana. Candy merenung. Dia merasa dia sudah sangat lelah selalu
terlarut dalam kesedihan. Dia ingin tersenyum walau hanya sebentar saja. Tapi, semua
itu terlalu sulit baginy
Candy
melihat sebuah bintang jatuh. Tanpa berpikir panjang, Candy menyampaikan
harapannya kepada Tuhan. Sebuah permintaan yang begitu sederhana, dia hanya
ingin tersenyum di hari ulang tahunnya.
Keesokan
harinya, Candy pergi ke makam ayahnya. Disana dia bercerita, menangis, dan
menyampaikan semua yang ada dalam pikirannya. Tak berapa lama, mama Candy berdiri
tepat di sampin Candy. Candy yang mengetahui hal itu hanya diam saja,
seolah-olah tidak mengetahui bahwa mamanya ada di sampingnya.
“Maafkan
mama, Candy. Mama khilaf. Mama memang salah. Mama meninggalkanmu begitu saja.
Tapi percayalah, mama menyayangimu. Mama ingin mengulang semuanya dari awal,”
kata mama Candy.
Candy
hanya diam dan terpaku. Candy berpura-pura tidak mendengar apa yang dikatakan
oleh mamanya barusan.
“Mama
mohon beri mama kesempatan satu kali lagi,” tetap tak ada respon dari Candy.
“Mama
tau kalau kamu sangat membenci mama. Tapi ingatlah Candy, mama tetap mamamu.
Mama yang akan selalu menjagamu apapun yang akan terjadi. Kamu boleh benci sama
mama, tapi sayang mama tak akan pernah berubah sama putri mama yang cantik
ini.”
Tak
terasa air mata Candy mulai membasahi pipinya. Namun Candy tak mengatakan apapun.
Candy hanya diam. Mama Candy pun memeluk Candy.
“Selamat
ulang tahun, sayang,” kata mama Candy.
Candy
menangis di pelukan mamanya. Secara tak sadar, Candy tersenyum.
“Ternyata
mama mengingatnya,” jawab Candy akhirnya.
“Tak
mungkin mama melupakanmu, sayang.”
“Candy
sayang sama mama.”
“Mama
juga sayang sama Candy.”
Tak
berapa lama, merekapun meninggalkan pemakaman ayah Candy. Kini wajah Candy tak
lagi murung. Candy terlihat begitu bahagia. Bahkan sangat bahagia. Dia tak lagi
merasakan kesedihan.
“Ma,
seandainya Candy meninggal saat ini, setidaknya Candy sudah merasa bahagia,”
kata Candy tiba-tiba.
“Tapi
mama tak mau kehilanganmu secepat itu, Candy. Mama belum merasa telah membuatmu
bahagia.”
“Berada
di dekat mama seperti saat ini saja sudah membuatku bahagia, Ma.”
“Apapun
itu yang penting mama sayang Candy.”
“Candy
juga sayang sama mama. Ehh, mama gak mau lihat foto-foto kita dulu waktu ayah
masih bersama kita?” tanya Candy.
“Sepertinya
menarik. Mama ingin lihat, sayang,” jawab mama.
“Mama
tunggu disini, yah. Jangan kemana-mana. Candy ambil album fotonya dulu.”
Mama
Candy hanya bisa tersenyum-senyum. Candy kemudian berlari ke rumahnya. Setelah
mencari-cari album itu, akhirnya Candy menemukannya. Candy berlari dengan
girang hendak menghampiri mamanya. Namun tragis, sebuah mobil menabrak Candy.
“Caaaannndddyyyy..........”
mama Candy begitu panik. Dengan air mata yang sudah membasahi pipinya, mama
Candy menghampiri Candy. Dengan kondisi yang begitu parah, Candy masih bisa
tersenyum saat melihat mamanya.
“Caann...Candy
ha..harus pergi Ma,” kata Candy terbata-bata.
“Enggak,
sayang. Kamu harus bertahan. Kamu harus kuat. Mama belum membahagiakanmu,
sayang,” jawab mama Candy histeris.
“A...aku
sudah ba..bahagia, Ma. Se..setidaknya Tuhan me..mengabulkan do..doaku.
Caaann..Candy sa..sayang mama.” Candy pun menghembuskan nafas terakhirnya. Mama
Candy begitu histeris. Dia sangat sedih. Baru saja dia ingin membahagiakan
putrinya tersebut, namun putrinya sudah meninggalkannya. Mama Candy mengambil
album foto dari pelukan Candy. Kemudian dia memeluk erat putri kesayangannya
itu. Dia merasa sangat kehilangan. Namun, dia hanya bisa menangis. Menangis dan
menangis di bawah air hujan seolah tak percaya putrinya telah meninggalkannya.